1. Salah satu dasar berpikir dan pendekatan dalam PO adalah bahwa “cara terbaik mengubah organisasi adalah dengan mengubah iklim dalam organisasi yang mencakup cara hidup, sistem keyakinan, nilai serta bentuk hubungan dan interaksi yang serasi antara organisasi dengan komponen-komponennya”.
- Pendapat saya tentang pernyataan tersebut adalah sebagai berikut :
· Mengubah iklim organisasi “hanya” salah satu dari tiga pendekatan dalam PO, ada cara lain yaitu perubahan pada individu dan perubahan pada struktur/sistem organisasi (Richard M. Streers, 1999:188).
· Perubahan individu dilakukan dengan memberi perhatian pada peningkatan ketrampilan, sikap dan tingkat motivasi pekerja. Perubahan struktur dan sistem dilakukan dengan membina ulang struktur organisasi agar lebih mampu memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan. Perubahan iklim merupakan usaha memodifikasi kesadaran anggota organisasi akan diri mereka sendiri dan hubungan mereka dengan orang-orang disekitar mereka.
· Dalam melakukan perubahan, tekanan dan intensitas masing-masing pendekatan tersebut sangat dipengaruhi oleh orientasi masalah yang dihadapi oleh organisasi (Cacatan Kuliah PO, Israwan Setyoko : 14/8/04).
- Cara berpikir tersebut sulit diterapkan dalam organisasi publik, karena pola kehidupan yang menyangkut iklim organisasi publik pada awalnya diseting untuk mendukung birokrasi yang cenderung mekanistis (hierarki, kaku, top down, loyalis) yang memang dibutuhkan saat itu. Sehingga sangat sulit dan butuh waktu lama ketika iklim tersebut dirubah. Misalnya gaya kepemimpinan yang notabene mengakar pemahaman bahwa pimpinan organisasi publik harus dilayani, sehingga sulit sekali ketika ada paradigma baru bahwa justru mereka yang harus melayani baik kepada bawahan maupun kepada masyarakat, sehingga pola tindakannya pun masih ingin selalu dilayani.
- Kendala yang muncul dalam menerapkan cara berpikir tersebut dalam konteks organisasi publik di Negara kita adalah sebagai berikut :
· Kecenderungan untuk mempertahankan kebiasaan yang sudah mengakar (misalnya pola hubungan formal dan informal, pola komunikasi, sistem nilai dan sebagainya).
· Ketakutan terhadap hal yang asing (manusia lebih senang pada iklim yang telah dikenalnya, sebaliknya mereka tidak menyukai iklim baru yang mungkin asing baginya).
2. Teknik Intervensi Dalam pengembangan Organisasi
- Penerapan berbagai teknik intervensi dalam PO seharusnya melihat pada sasaran intervensi dan sumber masalahnya karena pada dasarnya PO dimaksudkan untuk menemukan dan memecahkan masalah yang sebenarnya dihadapi organisasi, kemudian mencari solusi dan jalan keluar yang paling ideal. Dengan asumsi jika masalah tersebut tidak segera diidentifikasi dan tidak segera dipecahkan akan menghambat dan mengganggu kinerja organisasi (Cacatan Kuliah PO, Wahyu Nurhardjatmo :31/6/04). Misalnya ketika organisasi menghadapi permasalahan degradasi nilai dan komitmen para anggotanya. Maka identifikasi dan pemecahannya harus fokus pada bagaimana kultur organisasi diberdayakan dengan penekanan pada apa yang boleh/tidak boleh dilakukan, batas yang jelas pada perilaku, sistem kontrol, gaya kepemimpinan, kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan teknik penyaluran emosi antar individu/kelompok.
- Jika saya menjadi pimpinan dalam suatu organisasi dan menghadapi persoalan yang berkaitan dengan persoalan konflik kepentingan antara unit organisasi sehingga mengganggu efektifitas organisasi, salah satu bentuk intervensi yang akan saya lakukan adalah sebagai berikut :
· Menggunakan teknik Confrontation Meeting (Cacatan Kuliah PO, Wahyu Nurhardjatmo : 5/9/04) adalah suatu teknik di mana masing-masing kelompok yang bertentangan mampu menumbuhkan sikap empati, dalam arti mampu melihat permasalahan dari kaca mata yang berbeda.
· Yang harus dilakukan adalah mempertemukan unit yang sedang mengalami konflik, memberikan jaminan bahwa semua pihak berkepentingan atas terselesaikannya konflik tersebut, menyeimbangkan kekuatan (balance of power) jangan ada yang merasa paling kuat sedang yang lain lemah, menumbuhkan minat yang sama atas terselesaikannya konflik, membuka jalur komunikasi dan sikap permusuhan harus dihilangkan.
3. Intervensi yang bersifat struktural lebih banyak dilakukan pada organisasi publik di Negara kita jika dibandingkan dengan intervensi yang terfokus pada manusia.
· Intervensi struktural menekankan pada organisasi yang lebih organik dan mencakup reorganisasi, sistem penghargaan baru dan merubah kultur organisasi (Stephen P. Robins, 2002:311). Sedangkan intervensi yang terfokus pada orang/individu ditujukan pada kegiatan mengubah sikap dan perilaku anggotanya melalui proses komunikasi, pengambilan keputusan dan pemecahan masalah (Sondang P. Siagian, 2002:120).
· Dalam organisasi publik intervensi yang terfokus pada orang lebih sedikit digunakan karena selain membutuhkan waktu dan biaya juga disebabkan kewenangan, diskresi kebijakan dan diskresi pelaksanaan kebijakan relatif seragam dan sangat dibatasi bila dibandingkan dengan organisasi bisnis. Pada organisasi bisnis setiap anggota organisasi dituntut untuk berkreatifitas dan berimprovisasi yang tinggi dalam upaya efisiensi organsiasi.
· Contohnya adalah sebagai tindak lanjut UU No. 22/99, Pemerintah Daerah melakukan PO dengan kebijakan yang sangat populer yaitu SOT (Sistem Organisasi Tata kerja) yang realitanya adalah perubahan-perubahan pada struktur, penataan jabatan dan perubahan pada kultur organisasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan intervensi struktur lebih kental jika dibandingkan dengan intervensi yang fokus pada orang, karena tidak banyak diberikan porsi bagi pembinaan/penanganan pada mereka yang terkena dampak negatif dari SOT tersebut misalnya mereka yang kehilangan jabatan, turun eselon dan kehilangan tunjangan yang akan mengakibatkan mereka stress maupun kehilangan motivasi.
· Kecenderungan intervensi struktural pada organisasi publik dinegara kita karena menurut saya disebabkan hal-hal sebagai berikut :
a. Faktor ekonomis, jika struktur organisasi makin flat/datar maka rentang kendali akan semakin melebar sehingga jumlah bawahan yang dapat diawasi oleh seorang atasan makin banyak, yang pada akhirnya dapat mengurangi cost.
b. Proses komunikasi diharapkan akan berjalan lancar, karena terpotongnya tingkat hierarki kewenangan dalam organsiasi.
c. Dengan rentang kendali yang melebar maka akan terbentuk kelompok-kelompok kerja yang lebih otonom dan lebih bertanggung jawab terhadap kinerjanya. Dengan demikian akan mendorong inovasi dan kreatiftas yang mampu memprakarsai usaha-usaha tertentu, yang pada akhirnya organisasi diharapkan semakin efektihf dan efisien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar