DIAGNOSIS DAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN ORGANISASI
di Universitas Surakarta
A. Masalah Di Tingkat Individu.
1. Sikap
Sikap merupakan pernyataan evaluatif baik yang menyenangkan maupun tidak tentang suatu obyek atau peristiwa. Seseorang dapat mempunyai ribuan sikap, tetapi perilaku organissi hanya memfokuskan diri pada sikap yang berkaitan dengan pekerjaan yang meliputi kepuasan kerja, keterlibatan kerja dan komitmen organisasi (Stephen P Robins, 2002:35).
Berdasar diagnosis penulis di lokasi kajian yang menjadi masalah adalah kepuasan kerja terutama dalam hal kesejahteraan dan promosi jabatan.
2. Kepribadian
Kepribadian merupakan bentuk sifat-sifat yang dapat diukur dan diperlihatkan seseorang dalam bereaksi dan berintegrasi dengan orang lain (Stephen P. Robins, 2001:50).
Kepribadian individu dalam organisasi berbeda-beda begitu pula pekerjaannya, beberapa upaya telah dilakukan untuk menyesuaikan kepribadian yang tepat untuk pekerjaan yang tepat. Di organisasi kajian tidak penulis temukan masalah serius dalam hal kepribadian ini.
3. Persepsi
Persepsi adalah suatu proses di mana individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan sensori mereka untuk memberi arti pada lingkungan, dengan kata lain individu yang berbeda dapaat melihat hal yang sama tetapi memahaminya secara berbeda (Stephen P Robins, 2002:46).
Perbedaan persepsi sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain karakteristik individu, faktor situasional, kebutuhan, perasaan dan emosi serta atribusi (Gibson, Ivancevich, Donelly, 1996:140). Dalam konsep yang ideal bagaimana diupayakan persepsi individu yang sama atau minimal sama, karena perbedaan yang tajam akan berakibat buruk yaitu ketika individu mempunyai pemahaman yang berbeda terhadap suatu pekerjaan atau situasi organisasi yang seharusnya/realitas. Akibat terburuk dari distorsi persepsi adalah menurunnya produktivitas dengan diwarnai oleh kemangkiran bahkan keluarnya individu dari organisasi.
Di lokasi kajian ditemukan adanya masalah persepsi, di mana ada anggota organisasi yang kurang/tidak memahami suatu kebijakan sehingga terkadang ditemukan pola tindakan yang berbeda.
4. Pembelajaran
Proses belajar bagi individu merupakan proses yang tiada henti dan berlangsung selamanya, oleh karena itu definisi belajar yang lebih akurat adalah segala perubahan perilaku yang relatif permanen dan terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Perilaku yang diikuti oleh suatu konsekuensi yang menguntungkan cenderung diulangi; perilaku yang diikuti oleh konsekuensi-konsekuensi yang tidak menguntungkan cenderung untuk tidak diulangi. Konsekuensi dalam terminologi ini, mengarah kepada segala sesuatu yang dianggap orang menguntungkan (misalnya uang, pujian, promosi, senyuman).
Di lokasi kajian penulis tidak menemukan masalah dibidang ini karena mereka cenderung dapat melakukan proses pembelajaran dengan baik ditandai dengan minimalnya pengulangan terhadap kesalahan dan sebagainya.
5. Motivasi
Motivasi merupakan suatu kekuatan yang mendorong untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan mengarahkan perilaku. bertindak (Gibson, Ivancevich, Donelly, 1996:185). Motivasi yang tinggi akan menyebabkan dorongan untuk bekerja keras dalam melakukan aktivitas sehingga mereka bekerja dengan sungguh-sungguh begitu pula sebaliknya dengan motivasi yang rendah mereka akan malas bekerja sehingga pelaksanaan pekerjaan tidak optimal.
Di lokasi kajian ditemukan motivasi yang rendah dari anggota organisasi terlihat dari perilaku mereka yang kurang responsif terhadap pelaksanaan pekerjaan dan mereka cenderung untuk tidak disiplin.
1. Komunikasi
Komunikasi harus mencakup pentransferan makna dan pemahaman makna (Stephen P. Robins, 2001:50). Konsep idela dari proses komuniaksi ini adalah komunikasi yang efektif, yaitu pesan yang disampaikan komunikator dimengerti oleh komunikan ditandai dengan respon sesuai dengan yang diinginkan.
Di lokasi kajian banyak ditemukan distorsi-distorsi komunikasi dengan banyaknya saluran komunikasi yang tersumbat dan tidak sampainya pesan pada tingkatan paling bawah.
2. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan. Pengaruh tersebut dapat berasal dari otoritas legal artinya ia memimpin karena suatu jabatan yang dimilikinya dan pengakuan atas kapasitas dan kualitasnya dari anggota organisasi.
Di lokasi kajian tidak nampak adanya masalah ini karena pemimpin yang sekarang memang melalui proses pengangkatan yang benar disamping memang diakui mempunyai kapasitas dan kualitas untuk memimpin sebuah Perguruan Tinggi karena selain karismatik beliau juga mempunyai reputasi jenjang pendidikan tertinggi (profesor-doktor).
3. Konflik
Banyak orang beranggapan bahwa konflik berkaitan dengan kinerja kelompok dan organisasi yang rendah, asumsi ini seringkali salah. Konflik dapat konstruktif atau destruktif terhadap fungsi dari suatu kelompok atau unit. Jika konflik itu terlalu kecil atau terlalu besar, kinerja akan terhalang. Tingkat optimal merupakan suatu keadaan dimana terdapat cukup konflik untuk mencegah stagnasi, merangsang kreatifitas, melepaskan ketegangan, dan memulai bibit perubahan, namun tak terlalu banyak sehingga dapat mengacaukan.
Di lokasi kajian ditemukan konflik yang cenderung destruktif, hal tersebut biasa terjadi ketika ada pergantian pimpinan dengan proses pemilihan. Secara logis akan timbul kelompok yang kecewa di mana jago mereka tidak terpilih.
ORGANIZATION DEVELOPMENT
Dari diagnosis penulis (Bab II) di tingkat individu ditemukan masalah pada sikap, persepsi dan motivasi yang memerlukan konsep pemecahan sebagai berikut :
1. Masalah sikap terutama pada masalah kepuasan kerja terutama dalam hal sistem penggajian dan promosi. Para pimpinan harus memperlihatkan minat terhadap sikap pegawai mereka karena sikap mempengaruhi perilaku. Pegawai yang merasa puas, memiliki tingkat pengunduran diri dan ketidakhadiran yang lebih rendah daripada karyawan yang tidak puas. Hubungan antara kepuasan dan produktifitas memiliki implikasi yang penting bagi para pimpinan. Penemuan tersebut menunjukkan bahwa tujuan untuk membuat pegawai bahagia dengan asumsi bahwa melakukan hal tersebut akan membawa kepada produktivitas yang tinggi mungkin salah arah. Pimpinan akan mendapatkan hasil yang lebih baik dengan mengarahkan perhatian mereka terutama pada apa yang akan membantu Pegawai menjadi lebih produktif. Prestasi kerja yang sukses seharusnya akan menggiring pada perasaan berhasil gaji yang meningkat, promosi dan penghargaan lainnya, semua hasil yang diharapkan yang kemudian membawa kepada kepuasan kerja.
2. Masalah persepsi, para pimpinan perlu mengetahui bahwa pegawai mereka bereaksi terhadap persepsi, bukan tehadap kenyataan. Jadi, apakah penghargaan pimpinan terhadap seorang pegawai sesungguhnya obyektif dan tidak bias atau apakah dianggap kurang relevan dengan apa yang pegawai rasakan. Individu yang berpendapat bahwa penilaian kinerja adalah bias, atau tingkat upah dianggap rendah akan berperilaku seolah-olah kondisi-kondisi tersebut benar-benar ada. Pegawai secara alamiah mengorganisasikan dan menginterprestasikan apa yang mereka lihat; termasuk dalam proses ini adalah potensi terjadinya distorsi persepsi. Pimpinan harus benar-benar perlu memperhatikan pada bagaimana pegawai mempersepsikan pekerjaan mereka maupun praktik-praktik manajemen.
1. Masalah motivasi, untuk meningkatkan motivasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pimpinan antara lain :
a. Masing-masing pegawai mempunyai karakteristik yang berbeda sehingga memerlukan perhatian kusus pula, dengan kata lain mereka perlu perlakuan yang berbeda.
b. Memberikan kesempatan pegawai untuk berpartisipasi dalam hal pengambilan keputusan tentang penetapan tujuan kerja, memecahkan persoalan kualitas dan produktivitas dan sebaginya, sehingga mereka mempunyai komitmen terhadap pekerjaannya.
c. Mengutamakan keadilan dalam memberikan kesejahteraan dengan ukuran tama pinerja dan prestasi.
B. Masalah Di Tingkat Kelompok
Dari identifikasi masalah di tingkat kelompok ditemukan masalah dalam hal komunikasi dan konflik yang perlu konsep pemecahan sebagai berikut :
1. Dengan ditemukannya distorsi-distorsi dalam berkomunikasi, yang dapat dilakukan oleh para pimpian untuk meminimalkan permasalahan dan berupaya untuk mengatasi distorsi tersebut agar komunikasi menjadi lebih efektif.
a. Menyederhanakan bahasa sehingga dapat dipahami oleh anggota organisasi dalam tingkatan yang diinginkan.
b. Mengendalikan emosi agar dapat lebih obyektif dalam menerima informasi.
c. Dengan umpan balik untuk mengetahui apakah informasi dapat dipahami oleh anggota organisasi.
Disamping itu perlu dikenali pula dan harus dihindari pola komunikasi yang menghambat antara lain sebagai berikut :
a. Penyaringan (Filtering), mengacu pada manipulasi informasi secara sengaja oleh pengirim berita sehingga informasi tersebut akan tampak lebih menyenangkan bagi penerima informasi. Faktor penentu utama penyaringan adalah jumlah level dalam sebuah struktur organisasi. Semakin vertikal struktur dalam hierarki organisasi, maka semakin besar kemungkinan terjadinya penyaringan.
b. Persepsi Selektif, permasalahan muncul karena si penerima informasi dalam proses komunikasi melihat dan mendengar sesuatu dengan selektif berdasarkan pada kebutuhan, motivasi, pengalaman, latar belakang, dan karakteristik kepribadian lainnya. Penerima informasi juga dipengaruhi oleh kepentingan dan harapan-harapannya dalam proses komunikasi ketika ia menterjemahkan informasi
c. Emosi, perasaan penerima informasi pada saat menerima pesan komunikasi akan memepengaruhi cara dia menafsirkan. Pesan yang sama yang diterima tatkala anda sedang marah atau binging akan ditafsirkan berbeda ketika anda sedang senang. Emosi-emosi yang ekstrim seperti perasaan senang atau perasaan tertekan sangat berkecenderungan menghambat komunikasi yang efektif. Dalam kejadian-kejadian seperti iyu, kita cenderung untuk tidak mempedulikan rasio dan cara berpikir kita yang obyektif lalu menggantikannya dengan penilaian yang emosional
d. Bahasa, di organisasi yang besar, para anggotanya sering tersebar luas secara geografis bahkan beroperasi di negara yang berbeda-beda. Orang-orang disetiap tempat akan menggunakan istilah dan frase-frase yang hanya ditempat mereka. Keberadaan jenjang vertikal juga dapat menyebabkan kendala bahasa.
e. Petunjuk nonverbal, komunikasi nonverbal merupakan cara penting bagi orang untuk menyampaikan pesan. Namun komunikasi nonverbal hampir selalu diiringi dengan komunikasi lisan. Selama bersesuaian, keduanya akan saling menguatkan. Kata-kata pimpinan saya menunjukkan bahwa dia sedang marah, nada suara dan gerakan tubuhnya menunjukkan kemarahan, jadi saya dapat menyimpulkan secara tepat, bahwa dia sedang marah. Namun demikian, ketika petunjuk nonverbal tidak bersesuaian dengan pesan lisan, maka penerima informasi akan bingung dan pesan akan menjadi tidak jelas.
2. Masalah konflik, konflik di sini adalah konflik yang terhadap fungsi dari suatu kelompok atau unit, karena ada konflik yang justru fungsional dan diperlukan oleh organisasi Untuk itu perlu diambil langkah sebagai berikut :
a. Memecahkan masalah untuk mengurangi ketegangan dengan cara mempertemukan dua belah pihak yang berkonflik.
b. Pimpinan perlu memberikan pemahaman bahwa kinerja akan tidak optimal ketika tidak adanya kerja sama antar kelompok dalam organisasi. Dilakukan pula pelunakan atau mengurangi perbedaan-perbedaan yang terjadi.
c. Melakukan kompromi dengan tidak memihak, dengan cara menjadi wasit yang baik atau bahkan membuat sedemikian rupa mereka yang berkonflik merasa tidak ada yang menjadi pemenang dan tidak ada yang menjadi pecundang.
Untuk membedakan konflik yang konstruktif/fungsional dan konflik yang distruktif/disfungsional tidak mudah karena tidak ada batasan yang jelas. Yang dapat dilakukan adalah kinerja kelompok, dimana dampak konflik sebenarnya adalah pada kelompok bukan pada individu. Dampak konflik terhadap individu dan dampak terhadap lingkungan jarang saling bertentangan, artinya selama konflik tidak mengganggu kinerja individu/kelompok maka itu bukan merupakan hal yang disfungsional begitu pula sebaliknya apabila mereka terganggu kinerjanya maka konflik tersebut disfungsional dan perlu perhatian dari para pimpinannya.
Disamping itu di lokasi kajian menurut penulis menghadapi permasalahn serius dibidang Struktur orgnisasi dan budaya organisasi, kalau tidak dilakukan perubahan akan mengakibatkan terganggunya efisiensi dan efektifitas organisasi. Masalah tersebut berkaitan dengan kecenderungan menurunnya jumlah mahasiswa yang dirasakan oleh sebagian besar Perguruan Tinggi Swasta tidak terkecuali Universitas Surakarta. Bagi Universitas Surakarta mahasiswa ibarat “darah” artinya jumlah mahasiswa sangat berpengaruh terhadap operasional organisasi dan upaya pengembangan.
Menurut penulis masalah Struktur Organisasi di Universitas Surakarta harus segera dilakukan restrukturisasi, misalnya dengan mengurangi jabatan struktural dari tingkatan Rektorat, Dekanat sampai dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) nya. Di tingkat Rektorat dengan empat pembantu rektor (PR I, II, III, IV) idealnya hanya terdiri dari tiga PR. Di tingkat Dekanat, Dekan dengan tiga pembantu Dekan menurut penulis harus disederhanakan pula sehingga hanya tinggal Dekan dan sekretaris Fakultas. Di tingkat Program Studi yang tadinya terdiri dari Ketua dan Sekretaris Program Studi cukup dengan Ketua Program Studi. Demikain pula ditingkat UPT dan lembaga lainnya yang tadinya ada kepala dan sekretaris UPT/lembaga maka menurut penulis cukup satu jabatan saja yaitu kepala UPT/lembaga. Hal tersebut harus dilakukan karena disamping efisiensi kinerja juga akan meringkankan beban financial, sebagai contoh benar-benar dilakukan perampingan sehingga ada pengurangan satu pembantu rektor, empat belas pembantu dekan empat belas sekretaris program studi dan tujuh sekretaris UPT/lembaga, taruhlah satu jabatan tersebut memerlukan beban financial lima ratus ribu rupiah maka beban financial akan berkurang sekitar delapan belas juta rupiah perbulan. Jumlah tersebut tentu saja dapat untuk pengembangan di bidang lain misalnya biaya studi lanjut bagi tenaga pengajarnya, mengembangkan laboratorium, menambah koleksi buku perpustakaan atau bahkan untuk kompensasi menambah kesejahteraan pegawai yang lain sehingga dapat meningkatkan motivasi mereka.
Budaya Organisasi sangat mempengaruhi sikap anggotanya dan terbentuk sangat kuat dan dominan bila sebuah organisasi terbentuk lama (Shaun Tyson & Tony Jackson, 2000:223). Budaya organisasi yang terbentuk dari karakteristik yang permanen dan relatif stabil akan sangat sulit mengubahnya, karena mereka akan memegang nilai-nilai budaya tersebut. Di Universitas Surakarta didapati budaya yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan teknologi, sangat ironis memang di satu sisi lembaga ini mempunyai program studi yang menjadi primadona yaitu Teknik Informatika di satu sisi di sisi yang lain banyak pegawai administratif dan edukatir (terutama generasi lama) yang gagap teknologi komputer mereka tidak mau belajar sehingga terlihat timpang ketika mereka masih mengoperasionalkan mesin ketik manual misalnya. Di samping itu terlihat kecenderungan untuk tetap menjadi pejabat sangat kuat hal tersebut menimbulkan keengganan untuk menyiapkan kader potensial sehingga ketika waktu jabatan habis sangat kurang generasi berikutnya yang potensial dan memenuhi syarat sehingga mau tidak mau pada akhirnya mereka yang dipakai kembali.
Menurut penulis budaya-budaya tersebut harus mulai ditinggalkan dengan tentu saja memberikan pemahaman dan filosofi bahwa “siapapun yang pernah menerima SK pengangkatan maka pada saat itu juga harus siap menerima SK permberhentian. Di samping itu kaderisasi menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, di mana harus disiapkan potensi-potensi yang baik untuk menduduki jabatan tertentu sehingga organisasi lebih dinamis dan diharapkan membawa suasana baru yang lebih kondusif.
Memang konsekwensinya tidak mudah karena akan banyak sekali orang yang kehilangan jabatan, tentu saja akan banyak timbul keresahan dan kekecewaan yang harus diantipasi, apabila dibiarkan akan menimbulkan “stress” yang pada akhirnya menurunkan prestasi keja dan mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Langkah untuk mengatasi masalah ini adalah sebagai berikut :
1. Disiapkan konsep program konseling yang akan menjalankan fungsi arahan terhadap pelaksanaan kegiatan yang diinginkan, penentraman hati, komunikasi, pengenduran ketegangan emosi, penjernihan pemikiran dan reorientasi (mencakup pengubahan berbagai tujuan dan nilai anggota organisasi).
2. Disiapkan konsep penegakkan disiplin dengan menetapkan standart-standart organisasional yang mendorong anggota organisasi untuk mengikuti standart/aturan yang telah ditetapkan.
Di samping itu yang perlu mendapat perhatian adalah penolakan terhadap perubahan yang muncul dari internal organisasi.Untuk itu diperlukan langkah sebagai berikut :
1. Pendidikan dan komunikasi, penolakan dapat dikurangi dengan melakukan komunikasi terhadap pekerja sebagai upaya untuk menolong mereka agar dapat melihat perubahan-perubahan tersebut secara logis. Taktik ini pada dasarnya menganggap penyebab penolakan dikarenakan oleh kurangnya informasi dan komunikasi.
2. Partisipasi, sebelum perubahan dilakukan sebaiknya siapa saja yang berseberangan dilibatkan dalam penentuan proses, keterlibatan mereka tersebut diharapkan dapat mengurangi perubahan.
3. Negosiasi, dengan cara menukar salah satu nilai untuk mengurangi penolakan. Negosiasi dilakukan ketika penolakan tersebut mempunyai alasan yang kuat.
4. Manipulasi, dilakukan dengan menggandakan dan merubah fakta agar lebih menarik dengan mengesampiingkan informasi yang tidak diharapakan sehingga perubahan dirasakan akan membawa suasana yang lebih baik.
5. Pemaksaan, penerapan ancaman langsung atau paksaan kepada pihak yang menolak dengan perangkat otoritas dan kewenangan legalitas yang dimiliki.
untuk pemaparan masalah di tingkat grup, individu , organisasi bagian awal pake refrensi apa ya ?
BalasHapus