Kamis, 04 Agustus 2011

“PERILAKU ORGANISASI PUBLIK”

oleh :

YITNO PUGUH MARTOMO


BAB I

PENDAHULUAN



A.  Latar Belakang
Setiap organisasi dalam perjalanan sejarahnya dituntut untuk melakukan perubahan guna menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang semakin komplek dan modern, kalau tidak maka sulit bagi mereka untuk mempertahankan keberadaannya (existence) dan melakukan perkembangan (of growth) serta akan terlindas dalam persaingan global (global emulation).
Dalam proses perubahan tersebut sangat berpengaruh terhadap sikap dari individu/kelompok anggota organisasi, di satu sisi ada sikap yang mendukung dan di sisi lain ada sikap yang menentang perubahan  ketika dirasakan akan mengancam/menggeser kedudukannya. Adanya konflik tersebut akan menimbulkan keresahan dan menyebabkan organisasi yang tidak sehat. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena pada akhirnya akan menurunkan produktivitas, menurunnya kualitas produk/layanan dan hal lain yang dapat berakibat runtuhnya organisasi,
Upaya yang seharusnya dilakukan untuk menyelamatkan organisasi dari keruntuhan tersebut adalah dengan pengembangan organisasi (organization development) sehingga lebih mampu menyesuaikan diri dengan tindakan perubahan, tuntutan masyarakat/lingkungan yang menghendaki agar organisasi lebih efektif, efisien dan sehat dalam menghadapi situasi yang dinamis.
Berkaitan dengan kesiapan orang untuk berubah, ada dua kekuatan yang benar-benar berbeda yang ada pada individu. Pertama, kekuatan dalam diri orang itu sendiri. Kekuatan ini meliputi pengetahuan dan keterampilan dasar, kesadaran diri dan bahkan mungkin toleransi terhadap ambiguitas. Bahkan ada bukti yang menyatakan bahwa tingkat motivasi, dan yang paling penting yaitu harga diri, berperan penting dalam kesiapan untuk berubah. Kedua, kekuatan-kekuatan yang ada pada sistem yang meliputi budaya dan iklim organisasi, dan konsekuensi yang dirasakan terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam organisasi. Gabungan faktor-faktor tersebut memberikan deskripsi mengenai tingkat rasa aman.
B.     Gambaran Umum Organisasi
Sesuai dengan ketentuan tugas paper ini penulis mengambil organisasi di tempat penulis bekerja, yaitu “UNIVERSITAS SURAKARTA” yang terletak di Jl. Raya Palur Km. 5 Surakarta, sebuah organisasi yang bergerak di bidang usaha pendidikan. Sesusi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi maka Universitas Surakarta mempunyai tujuan (Statuta Universitas Surakarta, 2000:ps 6) sebagai berikut :
1.      Menyiapkan peserta didik menjadi manusia Indonesia seutuhnya.
2.      Menyiapkan peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, sehat jasmani rohani, cinta tanah air, bersemangat kebangsaan, bertanggung jawab terhadap kemasyarakatan, percaya diri serta kritis dan analitis, berperilaku inovatif, kratif dan produktif sehingga mampu menjadi manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsanya.
3.      Menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat dan bantuan teknis serta usaha lain dengan keahlian lembaga.
Universitas Surakarta terdiri dari tujuh fakultas dengan empat belas program studi, dan beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan dua lembaga dengan rincian sebagai berikut :
1.      Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik
a.      Program Studi Administrasi Niaga
b.      Program Studi Administrasi Negara
c.      Program Studi Komunikasi
2.      Fakultas Ekonomi
a.      Program Studi Manajemen
b.      Program Studi Akuntansi
3.      Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan
a.      Program Studi Teknik Sipil
b.      Program Studi Arsitektur
4.      Fakultas Teknik Industri
a.      Program Studi Teknik Elektro
b.      Program Studi Teknik Mesin
5.      Fakultas Teknik Informatika
a.      Program Studi Teknik Informatika
b.      Program Studi Teknik Komputer
6.      Fakultas Hukum
7.      Fakultas Sastra & Bahasa
a.      Program Studi Bahasa Inggris
b.      Program Studi Bahasa Cina
8.      Unit Pelaksana Teknis Perpustakaan
9.      Unit Pelaksana Teknis Laboratorium
a.      Laboratorium Teknik Komputer
b.      Laboratorium Teknik Arsitektur
c.      Laboratorium Teknik Sipik
d.      Laboratorium Teknik Elektro
e.      Laboratorium Teknik Mesin
10.    Lembaga Penelitian & Pengembangan
11.    Lembaga Pengabdian Masyarakat
Saat ini Universitas Surakarta mempunyai tenaga edukatif tetap sebanyak sembilan puluh lima orang, tenaga edukatif tidak tetap seratus dua puluh orang, tenaga administratif tetap delapan puluh dua orang dengan jumlah mahasiswa aktif sekitar dua ribu lima ratus orang.
Semua unsur Universitas Surakarta dalam melaksanakan tugasnya masing-masing menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik didalam lingkungan Uiversitas Surakarta dan dalam hubungan antar Perguruan Tinggi maupun dengan Instansi lainnya, untuk kesatuan gerak yang serasi sesuai dengan tugas pokoknya.
Universitas dapat membentuk badan-badan yang bersifat akademik, kekeluargaan, maupun usaha sesuai dengan keperluan dan tuntutan perkembangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam menyelenggarakan fungsinya sebagai lembaga pendidikan tinggi, universitas dapat mengenakan sanksi terhadap tenaga edukatif, mahasiswa dan tenaga administrasi yang melanggar ketentuan yang berlaku, karena melakukan perbuatan tercela baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
Untuk melakukan pengawasan dibentuk Satuan Pengawasan Intern Universitas (SPI) yang bertanggung jawab kepada Rektor. Pengawasan dilakukan terutama untuk mengevaluasi dan memantau penyelenggaraan universitas yang meliputi aspek edukatif, administratif dan pengembangan. Dalam melakukan pengawasan SPI menggunakan acuan utama Rencana Induk Pengembangan Universitas, Program Tahunan Universitas, Ketetapan Senat Universitas dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB II

DIAGNOSIS DAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN


A.    Masalah Di Tingkat Individu.

1.       Sikap
Sikap merupakan pernyataan evaluatif baik yang menyenangkan maupun tidak tentang suatu obyek atau peristiwa. Seseorang dapat mempunyai ribuan sikap, tetapi perilaku organissi hanya memfokuskan diri pada sikap yang berkaitan dengan pekerjaan yang meliputi kepuasan kerja, keterlibatan kerja dan komitmen organisasi (Stephen P Robins, 2002:35).
Berdasar diagnosis penulis di lokasi kajian yang menjadi masalah adalah kepuasan kerja terutama dalam hal kesejahteraan dan promosi jabatan.
2.       Kepribadian
Kepribadian merupakan bentuk sifat-sifat yang dapat diukur dan diperlihatkan seseorang dalam bereaksi dan berintegrasi dengan orang lain (Stephen P. Robins, 2001:50).
Kepribadian individu dalam organisasi berbeda-beda begitu pula pekerjaannya, beberapa upaya telah dilakukan untuk menyesuaikan kepribadian yang tepat untuk pekerjaan yang tepat. Di organisasi kajian tidak penulis temukan masalah serius dalam hal kepribadian ini.



3.       Persepsi
Persepsi adalah suatu proses di mana individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan sensori mereka untuk memberi arti pada lingkungan, dengan kata lain individu yang berbeda dapaat melihat hal yang sama tetapi memahaminya secara berbeda (Stephen P Robins, 2002:46).
Perbedaan persepsi sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain karakteristik individu, faktor situasional, kebutuhan, perasaan dan emosi serta atribusi (Gibson, Ivancevich, Donelly, 1996:140).  Dalam konsep yang ideal bagaimana diupayakan persepsi individu yang sama atau minimal sama, karena perbedaan yang tajam akan berakibat buruk yaitu ketika individu mempunyai pemahaman yang berbeda terhadap suatu pekerjaan atau situasi organisasi yang seharusnya/realitas. Akibat terburuk dari distorsi persepsi adalah menurunnya produktivitas dengan diwarnai oleh kemangkiran bahkan keluarnya individu dari organisasi.
Di lokasi kajian ditemukan adanya masalah persepsi, di mana ada anggota organisasi yang kurang/tidak memahami suatu  kebijakan sehingga terkadang ditemukan pola tindakan yang berbeda. 
4.       Pembelajaran
Proses belajar bagi individu merupakan proses yang tiada henti dan berlangsung selamanya, oleh karena itu definisi belajar yang lebih akurat adalah segala perubahan perilaku yang relatif permanen dan terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Perilaku yang diikuti oleh suatu konsekuensi yang menguntungkan cenderung diulangi; perilaku yang diikuti oleh konsekuensi-konsekuensi yang tidak menguntungkan cenderung untuk tidak diulangi. Konsekuensi dalam terminologi ini, mengarah kepada segala sesuatu yang dianggap orang menguntungkan (misalnya uang, pujian, promosi, senyuman).
Di lokasi kajian penulis tidak menemukan masalah dibidang ini karena mereka cenderung dapat melakukan proses pembelajaran dengan baik ditandai dengan minimalnya pengulangan terhadap kesalahan dan sebagainya.
5.       Motivasi
Motivasi merupakan suatu kekuatan yang mendorong  untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan mengarahkan perilaku. bertindak (Gibson, Ivancevich, Donelly, 1996:185). Motivasi yang tinggi akan menyebabkan dorongan untuk bekerja keras dalam melakukan aktivitas sehingga mereka bekerja dengan sungguh-sungguh begitu pula sebaliknya dengan motivasi yang rendah mereka akan malas bekerja sehingga pelaksanaan pekerjaan tidak optimal.
Di lokasi kajian ditemukan motivasi yang rendah dari anggota organisasi terlihat dari perilaku mereka yang kurang responsif terhadap pelaksanaan pekerjaan dan mereka cenderung untuk tidak disiplin.





B.     Masalah Di Tingkat Kelompok

1.      Komunikasi
Komunikasi harus mencakup pentransferan makna dan pemahaman makna (Stephen P. Robins, 2001:50). Konsep idela dari proses komuniaksi ini adalah komunikasi yang efektif, yaitu pesan yang disampaikan komunikator dimengerti oleh komunikan ditandai dengan respon sesuai dengan yang diinginkan.
Di lokasi kajian banyak ditemukan distorsi-distorsi komunikasi dengan banyaknya saluran komunikasi yang tersumbat dan tidak sampainya pesan pada tingkatan paling bawah.
2.      Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan. Pengaruh tersebut dapat berasal dari otoritas legal artinya ia memimpin karena suatu jabatan yang dimilikinya dan pengakuan atas kapasitas dan kualitasnya dari anggota organisasi.
Di lokasi kajian tidak nampak adanya masalah ini karena pemimpin yang sekarang memang melalui proses pengangkatan yang benar disamping memang diakui mempunyai kapasitas dan kualitas untuk memimpin sebuah Perguruan Tinggi karena selain karismatik beliau juga mempunyai reputasi jenjang pendidikan tertinggi (profesor-doktor).
3.      Konflik
Banyak orang beranggapan bahwa konflik berkaitan dengan kinerja kelompok dan organisasi yang rendah, asumsi ini seringkali salah. Konflik dapat konstruktif atau destruktif terhadap fungsi dari suatu kelompok atau unit. Jika konflik itu terlalu kecil atau terlalu besar, kinerja akan terhalang. Tingkat optimal merupakan suatu keadaan dimana terdapat cukup konflik untuk mencegah stagnasi, merangsang kreatifitas, melepaskan ketegangan, dan memulai bibit perubahan, namun tak terlalu banyak sehingga dapat mengacaukan.
Di lokasi kajian ditemukan konflik yang cenderung destruktif, hal tersebut biasa terjadi ketika ada pergantian pimpinan dengan proses pemilihan. Secara logis akan timbul kelompok yang kecewa di mana jago mereka tidak terpilih. 
















BAB III
ORGANIZATION DEVELOPMENT


A.      Masalah Di Tingkat Individu

Dari diagnosis penulis (Bab II) di tingkat individu ditemukan masalah pada sikap, persepsi dan motivasi yang memerlukan konsep pemecahan sebagai berikut :
1.  Masalah   sikap   terutama    pada    masalah   kepuasan   kerja terutama dalam hal sistem penggajian dan promosi. Para pimpinan harus memperlihatkan minat terhadap sikap pegawai mereka karena sikap mempengaruhi perilaku. Pegawai yang merasa puas, memiliki tingkat pengunduran diri dan ketidakhadiran yang lebih rendah daripada karyawan yang tidak puas. Hubungan antara kepuasan dan produktifitas memiliki implikasi yang penting bagi para pimpinan. Penemuan tersebut menunjukkan bahwa tujuan untuk membuat pegawai bahagia dengan asumsi bahwa melakukan hal tersebut akan membawa kepada produktivitas yang tinggi mungkin salah arah. Pimpinan akan mendapatkan hasil yang lebih baik dengan mengarahkan perhatian mereka terutama pada apa yang akan membantu Pegawai menjadi lebih produktif. Prestasi kerja yang sukses seharusnya akan menggiring pada perasaan berhasil gaji yang meningkat, promosi dan penghargaan lainnya, semua hasil yang diharapkan yang kemudian membawa kepada kepuasan   kerja.
2. Masalah persepsi, para pimpinan perlu mengetahui bahwa pegawai mereka bereaksi terhadap persepsi, bukan tehadap kenyataan. Jadi, apakah penghargaan pimpinan terhadap seorang pegawai sesungguhnya obyektif dan tidak bias atau apakah dianggap kurang relevan dengan apa yang pegawai rasakan. Individu yang berpendapat bahwa penilaian kinerja adalah bias, atau tingkat upah dianggap rendah akan berperilaku seolah-olah kondisi-kondisi tersebut benar-benar ada. Pegawai secara alamiah mengorganisasikan dan menginterprestasikan apa yang mereka lihat; termasuk dalam proses ini adalah potensi terjadinya distorsi persepsi. Pimpinan harus benar-benar perlu memperhatikan pada bagaimana pegawai mempersepsikan pekerjaan mereka maupun praktik-praktik manajemen.
4.         Masalah motivasi, untuk meningkatkan motivasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pimpinan antara lain :
a.      Masing-masing pegawai mempunyai karakteristik yang berbeda sehingga memerlukan perhatian kusus pula, dengan kata lain mereka perlu perlakuan yang berbeda.
b.      Memberikan kesempatan pegawai untuk berpartisipasi dalam hal pengambilan keputusan tentang penetapan tujuan kerja, memecahkan persoalan kualitas dan produktivitas dan sebaginya, sehingga mereka mempunyai komitmen terhadap pekerjaannya.
c.      Mengutamakan keadilan dalam memberikan kesejahteraan dengan ukuran tama pinerja dan prestasi.

B.       Masalah Di Tingkat Kelompok
Dari identifikasi masalah di tingkat kelompok ditemukan masalah dalam hal komunikasi dan konflik yang perlu konsep pemecahan sebagai berikut :
1.      Dengan  ditemukannya distorsi-distorsi  dalam  berkomunikasi,  yang dapat dilakukan oleh para pimpian untuk meminimalkan permasalahan dan berupaya untuk mengatasi distorsi tersebut agar komunikasi menjadi lebih efektif.
a.      Menyederhanakan bahasa sehingga dapat dipahami oleh anggota organisasi dalam tingkatan yang diinginkan.
b.      Mengendalikan emosi agar dapat lebih obyektif dalam menerima informasi.
c.      Dengan umpan balik untuk mengetahui apakah informasi dapat dipahami oleh anggota organisasi.
Disamping itu perlu dikenali pula dan harus dihindari pola komunikasi yang menghambat antara lain sebagai berikut :
a.      Penyaringan (Filtering), mengacu pada manipulasi informasi secara sengaja oleh pengirim berita sehingga informasi tersebut akan tampak lebih menyenangkan bagi penerima informasi. Faktor penentu utama penyaringan adalah jumlah level dalam sebuah struktur organisasi. Semakin vertikal struktur dalam hierarki organisasi, maka semakin besar kemungkinan terjadinya penyaringan.
b.      Persepsi Selektif, permasalahan muncul karena si penerima informasi dalam proses komunikasi melihat dan mendengar sesuatu dengan selektif berdasarkan pada kebutuhan, motivasi, pengalaman, latar belakang, dan karakteristik kepribadian lainnya. Penerima informasi juga dipengaruhi oleh kepentingan dan harapan-harapannya dalam proses komunikasi ketika ia menterjemahkan informasi
c.      Emosi, perasaan penerima informasi pada saat menerima pesan komunikasi akan memepengaruhi cara dia menafsirkan. Pesan yang sama yang diterima tatkala anda sedang marah atau binging akan ditafsirkan berbeda ketika anda sedang senang. Emosi-emosi yang ekstrim seperti perasaan senang atau perasaan tertekan sangat berkecenderungan menghambat komunikasi yang efektif. Dalam kejadian-kejadian seperti iyu, kita cenderung untuk tidak mempedulikan rasio dan cara berpikir kita yang obyektif lalu menggantikannya dengan penilaian yang emosional
d.      Bahasa, di organisasi  yang  besar,  para anggotanya sering tersebar luas secara geografis bahkan beroperasi di negara yang berbeda-beda. Orang-orang disetiap tempat akan menggunakan istilah dan frase-frase yang hanya ditempat mereka. Keberadaan jenjang vertikal juga dapat menyebabkan kendala bahasa.
e.      Petunjuk  nonverbal,   komunikasi   nonverbal  merupakan    cara penting bagi orang untuk menyampaikan pesan. Namun komunikasi nonverbal hampir selalu diiringi dengan komunikasi lisan. Selama bersesuaian, keduanya akan saling menguatkan. Kata-kata pimpinan saya menunjukkan bahwa dia sedang marah, nada suara dan gerakan tubuhnya menunjukkan kemarahan, jadi saya dapat menyimpulkan secara tepat, bahwa dia sedang marah. Namun demikian, ketika petunjuk nonverbal tidak bersesuaian dengan pesan lisan, maka penerima informasi akan bingung dan pesan akan menjadi tidak jelas.
2.      Masalah konflik,  konflik di sini adalah konflik yang terhadap fungsi dari suatu kelompok atau unit, karena ada konflik yang justru fungsional dan diperlukan oleh organisasi   Untuk itu perlu diambil langkah sebagai berikut :
a.      Memecahkan masalah untuk mengurangi ketegangan dengan cara mempertemukan dua belah pihak yang berkonflik.
b.      Pimpinan perlu memberikan pemahaman bahwa kinerja akan tidak optimal ketika tidak adanya kerja sama antar kelompok dalam organisasi. Dilakukan pula pelunakan atau mengurangi perbedaan-perbedaan yang terjadi.
c.      Melakukan kompromi dengan tidak memihak, dengan cara menjadi wasit yang baik atau bahkan membuat sedemikian rupa mereka yang berkonflik merasa tidak ada yang menjadi pemenang dan tidak ada yang menjadi pecundang.
Untuk membedakan konflik yang konstruktif/fungsional dan konflik yang distruktif/disfungsional tidak mudah karena tidak ada batasan yang jelas. Yang dapat dilakukan adalah kinerja kelompok, dimana dampak konflik sebenarnya adalah pada kelompok bukan pada individu. Dampak konflik terhadap individu dan dampak terhadap lingkungan jarang saling bertentangan, artinya selama konflik tidak mengganggu kinerja individu/kelompok maka itu bukan merupakan hal yang disfungsional begitu pula sebaliknya apabila mereka terganggu kinerjanya maka konflik tersebut disfungsional dan perlu perhatian dari para pimpinannya.
Disamping itu di lokasi kajian menurut penulis menghadapi permasalahn serius dibidang Struktur orgnisasi dan budaya organisasi, kalau tidak dilakukan perubahan akan mengakibatkan terganggunya efisiensi dan efektifitas  organisasi. Masalah tersebut berkaitan dengan kecenderungan menurunnya jumlah mahasiswa yang dirasakan oleh sebagian besar Perguruan Tinggi Swasta tidak terkecuali Universitas Surakarta. Bagi Universitas Surakarta mahasiswa ibarat “darah” artinya jumlah mahasiswa sangat berpengaruh terhadap operasional organisasi dan upaya pengembangan.
Menurut penulis masalah Struktur Organisasi di Universitas Surakarta harus segera dilakukan restrukturisasi, misalnya dengan mengurangi jabatan struktural dari tingkatan Rektorat, Dekanat sampai dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) nya. Di tingkat Rektorat dengan empat pembantu rektor (PR I, II, III, IV) idealnya hanya terdiri dari tiga PR. Di tingkat Dekanat, Dekan dengan tiga pembantu Dekan menurut penulis harus disederhanakan pula sehingga hanya tinggal Dekan dan sekretaris Fakultas. Di tingkat Program Studi yang tadinya terdiri dari Ketua dan Sekretaris Program Studi cukup dengan Ketua Program Studi. Demikain pula ditingkat UPT dan lembaga lainnya yang tadinya ada kepala dan sekretaris UPT/lembaga maka menurut penulis cukup satu jabatan saja yaitu kepala UPT/lembaga. Hal tersebut harus dilakukan karena disamping efisiensi kinerja juga akan meringkankan beban financial, sebagai contoh benar-benar dilakukan perampingan sehingga ada pengurangan satu pembantu rektor, empat belas pembantu dekan empat belas sekretaris program studi dan tujuh sekretaris UPT/lembaga, taruhlah satu jabatan tersebut memerlukan beban financial lima ratus ribu rupiah maka beban financial akan berkurang sekitar delapan belas juta rupiah perbulan. Jumlah tersebut tentu saja dapat untuk pengembangan di bidang lain misalnya biaya studi lanjut bagi tenaga pengajarnya, mengembangkan laboratorium, menambah koleksi buku perpustakaan atau bahkan untuk kompensasi menambah kesejahteraan pegawai yang lain sehingga dapat meningkatkan motivasi mereka.
Budaya Organisasi sangat mempengaruhi sikap anggotanya dan terbentuk sangat kuat dan dominan bila sebuah organisasi terbentuk lama (Shaun Tyson & Tony Jackson, 2000:223). Budaya organisasi yang terbentuk dari karakteristik yang  permanen dan relatif stabil akan sangat sulit mengubahnya, karena mereka akan memegang nilai-nilai budaya tersebut. Di Universitas Surakarta didapati budaya yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan  teknologi, sangat ironis memang di satu sisi lembaga ini mempunyai program studi yang menjadi primadona yaitu Teknik Informatika di satu sisi di sisi yang lain banyak pegawai administratif dan edukatir (terutama generasi lama) yang gagap teknologi komputer mereka tidak mau belajar sehingga terlihat timpang ketika mereka masih mengoperasionalkan mesin ketik manual misalnya. Di samping itu terlihat kecenderungan untuk tetap menjadi pejabat sangat kuat hal tersebut menimbulkan keengganan untuk menyiapkan kader potensial sehingga ketika waktu jabatan habis sangat kurang generasi berikutnya yang potensial dan memenuhi syarat sehingga mau tidak mau pada akhirnya mereka yang dipakai kembali.
Menurut penulis budaya-budaya tersebut harus mulai ditinggalkan dengan tentu saja memberikan pemahaman dan filosofi bahwa “siapapun yang pernah menerima SK pengangkatan maka pada saat itu juga harus siap menerima SK permberhentian. Di samping itu kaderisasi menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, di mana harus disiapkan potensi-potensi yang baik untuk menduduki jabatan tertentu sehingga organisasi lebih dinamis dan diharapkan membawa suasana baru yang lebih kondusif.
Memang konsekwensinya tidak mudah karena akan banyak sekali orang yang kehilangan jabatan, tentu saja akan banyak timbul keresahan dan kekecewaan yang harus diantipasi,  apabila dibiarkan akan menimbulkan “stress”  yang pada akhirnya menurunkan prestasi keja dan mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Langkah untuk mengatasi masalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Disiapkan konsep program konseling yang akan menjalankan fungsi arahan terhadap pelaksanaan kegiatan yang diinginkan, penentraman hati, komunikasi, pengenduran ketegangan emosi, penjernihan pemikiran dan reorientasi (mencakup pengubahan berbagai tujuan dan nilai anggota organisasi).
2.      Disiapkan konsep penegakkan disiplin dengan menetapkan standart-standart organisasional yang mendorong anggota organisasi untuk mengikuti standart/aturan yang telah ditetapkan.
Di samping itu yang perlu mendapat perhatian adalah penolakan terhadap perubahan yang muncul dari internal organisasi.Untuk itu diperlukan langkah sebagai berikut :
1.          Pendidikan dan komunikasi, penolakan dapat dikurangi dengan melakukan komunikasi terhadap pekerja sebagai upaya untuk menolong mereka agar dapat melihat perubahan-perubahan tersebut secara logis. Taktik ini pada dasarnya menganggap penyebab penolakan dikarenakan oleh kurangnya informasi dan komunikasi.
2.          Partisipasi, sebelum perubahan dilakukan sebaiknya siapa saja yang berseberangan dilibatkan dalam penentuan proses, keterlibatan mereka tersebut diharapkan dapat mengurangi perubahan.
3.          Negosiasi, dengan cara menukar salah satu nilai untuk mengurangi penolakan. Negosiasi dilakukan ketika penolakan tersebut mempunyai alasan yang kuat.
4.          Manipulasi, dilakukan dengan menggandakan dan merubah fakta agar lebih menarik dengan mengesampiingkan informasi yang tidak diharapakan sehingga perubahan dirasakan akan membawa suasana yang lebih baik.
5.          Pemaksaan, penerapan ancaman langsung atau paksaan kepada pihak yang menolak dengan perangkat otoritas dan kewenangan legalitas yang dimiliki.








BAB IV
PENUTUP

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Organization Development menjadi suatu keharusan untuk memenuhi tuntutan agar organisasi tetap dapat mempertahankan keberadaannya (existence) dan melakukan perkembangan (of growth) serta akan terlindas dalam persaingan global (global emulation).
Di lokasi kajian yaitu di Universitas Surakarta tempat penulis bekerja berdasar identifikasi ditingkat individu terdapat permasalahan : sikap, persepsi dan motivasi. Sedangkan di tingkat kelompok ditemukan masalah : persepsi dan konflik. Di samping itu diidentifikasikan pula masalah struktur organisasi dan budaya organisasi yang mendesak untuk di designt ulang agar organisasi lebih efisien dan efektif.
Untuk membuat konsep Organization Development yang komprehensif diperlukan upaya (Shaun Tyson & Tony Jacson, 2000:209) seperti berikut :
1.      Membuat diagnosa apa yang dibutuhkan untuk memperbaiki efektifitas organisasi dan menentukan tujuan-tujuannya.
2.      Mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
3.      Mengembangkan aktivitas untuk melaksanakan strategi-strategi yang telah ditentukan.
4.      Memonitor dan mengevaluasi kemajuan perkembangan yang telah dilakukan.

Walaupun Organization Development menghadapi tantangan yang berat seperti penolakan dari pihak yang merasa dirugikan tapi ia merupakan keharusan untuk dinamika organsiasi dalam rangka adaptasi terhadap lingkungan dan diperlukan “keberanian” pimpinan organisai untuk melakukannya dengan segala konsekwensinya.





















DAFTAR PUSTAKA

Gibson, Ivancevich & Donnelly, 1996, ORGANISASI : Perilaku, Struktur dan Proses, Binarupa Aksara, Jakarta.

Shaun Tyson & Tony Jackson, 2000, The Essence Of Organizational Behaviour : PERILAKU ORGANISASI, Andi, Yogyakarta.

Stephen P. Robbins, 2001, PERILAKU ORGANISASI : Konsep, Kontroversi dan aplikasi, Prehallindo, Jakarta.

Stephen P. Robbins, 2002, Prinsip-prinsio PERILAKU ORGANISASI, Erlangga,  Jakarta.

Sondang P. Siagian, 2002, Teori Pengembangan Organisasi, Bumi Aksara, Jakarta.

Tim Penulis Modul FISIP UT, 2002, Pengembangan Organisasi, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta.

William Hendricks, 2000, Bagaimana Mengelola Konflik, Bumi Aksara, Jakarta.


















































A.     DAFTAR BACAAN
1.      Gibson, Ivancevich & Donnelly, 1996, ORGANISASI : Perilaku, Struktur dan Proses, Binarupa Aksara, Jakarta.
2.      Stephen P. Robbins, 2002, Prinsip-prinsio PERILAKU ORGANISASI, Erlangga,  Jakarta.
3.      Soewarso Hardjosoedarmo, 1999, TOTAL QUALITY MANAGEMENT, Penerbit Andi, Yogyakarta.


Implikasi bagi para manajer

Implikasi bagi para manajer

.
































MISI DAN VISI SEBAGAI ARAH

IDEAL ORGANISASI


Oleh : Yitno Puguh Martomo

A.  Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya organisasi membutuhkan misi yang jelas agar tujuan dan kepentingan organisasi dapat tercapai. Agar misi organisasi dapat berhasil maka sebaiknya kita harus mengenali organisasi dan berupaya mencapai bentuk misi organisasi yang paling sesuai.
Organisasi seperti halnya manusia dapat diidentifikasi dari para pelakunya. Efektifitas setiap organisasi sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia. Manusia merupakan sumber daya yang umum bagi semua organisasi. Restoran, mall, perkantoran memperkerjakan dan berinteraksi dengan manusia. Setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki keunikan persepsi, kepribadian serta pengalaman hidup. Manusia berbeda latar belakang pendidikan, kemampuan belajar dan dalam menangani stres serta sikap, kepercayaan dan tingkat  aspirasi.
Hubungan antar individu dan kelompok dalam suatu organisasi menciptakan ekspektasi (harapan) bagi perilaku individu. Harapan itu diwujudkan dalam peran-peran tertentu yang harus dihasilkan. Orang terus memainkan peran pemimpin, sementara yang lainnya sebagai yang dipimpin. Organisasi mempunyai sistem kewenangan, status, dan kekuasaan dan manusia dalam organisasi mempunyai beragam kebutuhan dari masing-masing sistem kelompok di dalam organisasi juga mempunyai pengaruh yang kuat atas peran individu dan kinerja organisasi.
B.    Perumusan Masalah
Seperti apakah Misi dan Visi ideal yang seharusnya, sehingga dapat memberikan arah yang jelas bagi semua elemen organisasi dalam memberikan kontribusi terhadap tercapainya tujuan organisasi yang telah disepakati bersama.
C.   Pembahasan Masalah
1. Misi Organisasi
Manajer atau pimpinan masa depan yang berhasil akan menggunakan sepenuhnya kebijakan kolektif dari orang-orang yang termasuk dalam batas kewenangannya dan akan mau belajar memperoleh kesenangan, bukannya dari pengambilan keputusan, tetapi  dari keyakinan bahwa kemungkinan keputusan yang terbaik telah diambil.
Pendirian suatu organisasi, baik itu organisasi bisnis ataupun non bisnis tentu mempunyai suatu misi, dan biasanya tertuang dalam bentuk tujuan yang hendak dicapainya. Dalam usahanya mencapai tujuan yang telah disepakati inilah organisasi dituntut untuk mampu membuat suatu perencanaan yang matang.
Misi orgnanisasi yang didefinisikan oleh Fandi Tjiptono (2000:54) adalah sebagai berikut :
“Misi adalah sebuah pernyataan tujuan abadi yang memberikan visi jelas terhadap kegiatan-kegiatan bisnis saat ini dan masa mendatang suatu organisasi, dalam produk, batasan-batasan jasa dan pasar, nilai-nilai dan keyakinannya, dan aspek deferensiensinya daripada pesaing-pesaing”.

Sedangkan menurut pendapat John M Brison (2003:122) misi adalah sebagai berikut : 
“Pernyataan misi merupakan suatu deklarasi tentang tujuan organisasi. Pernyataan itu biasanya tidak terlalu panjang, tidak lebih dari satu halaman dan terkadang tidak lebih dari sekadar slogan yang kuat”.
Dari beberapa pendapat di atas misi organisasi ini akan dapat membantu dan berperan dalam menentukan hubungan dalam setiap kinerja suatu organisasi serta dapat memberikan arah dan tujuan yang dapat membimbing perbuatan keputusan mandiri yang lebih baik pada semua jenjang organisasi.
Dalam mengembangkan pernyataan misi, kuncinya adalah maraih keseimbangan antara tidak terlalu sempit sehingga membatasi poeluang pertumbuhan dan tidak terlalu luas sehingga akan kehilangan fokus nilai keseimbangan ini didalam menyusun pernyataan misi untuk membimbing langkah-langkah strategi organisasi itu menjadi jelas apabila kegiatan-kegiatan itu tidak keluar  dari misi organisasi tersebut. Pernyataan misi harus mengarrtikulasikan aspek mengungkapkan gagasan deferensial dan pada saat yang sama bertindak sebagai kerangka kerja untuk membantu mengevaluasi kegiatan-kegiatan saat ini dan masa yang akan datang. Pernyataan misi haruslah membedakan perusahaan/organisasi dari institusi lain yang beroperasi dalam sektor yang sama dan membantu mengembangkan individualitas dan keunikan organisasi. Sekarang banyak institusi/organisasi yang mencoba mengungkapkan misi mereka secara lebih rinci, terfokus pada sejumlah tema kunci yang menyertakan kharisma, kreatifitas, loyalitas serta posisi persaingan dan filosofi pelatihan organisasi mengkomunikasikan misi organisasi.
Segera setelah pernyataan misi yang memuaskan telah disusun, pertimbangan-pertimbangan perlu diberikan untuk mengkomunikasikan atau sosialisasi didalam dan dimana laiknya, diluar organisasi, dan untuk memutuskan sejauh mana misi yang baik terus di formulasikan pada level yang lebih rendah. Organisasi-organisasi melakukan pendekatan komunikasi pernyataan misi mereka dalam tata cara yang berbeda-beda.
Misi dapat dikomunikasikan dari manajemen senior turun ke penyedia jasa garis depan dengan proses yang mengalir cepat, dimana masing-masing level dibawahnya atau dengan serangkaian tindakan-tindakan lainnya (lokakarya, seminar, diskusi). Pendekatan apapun digunakan, proses yangn mengalir cepat terusdidukung dengan program komunikasi internal yang sesuai. Pendekatan ini akan dapat membantu penerimaan nilai-nilai inti dalam pernyataan misi, menciptakan dampak positif pada perilaku organisasional serta dapat memperbaiki komitmen dan yang terakhir tentu mereka (pegawai) dapat memusatkan perhatian pada tujuan kunci organisasi/institusi.
Apabila organisasi bersungguh-sungguh secara serius dengan misi dan nlai-nilai inti yang terkandung di dalamnya. Organisasi tersebut dapat menguji dengan riset/penelitian sejauh mana pegawau atau karyawan dengan pernyataan misi. Organisasi atau perusahaan dan mendukung nilai-nilai yang ditetapkan oleh misi. Dengan demikian, pernyataan misi yang dipergunakan butuh mengidentifikasi sejauh mana nilai-nilai inti diterima dan dianggap relevan dan cocok bagi organisasi.
2. Visi Organisasi
Tujuan bisa bersifat umum dan juga bersifat khusus. Tujuan yang umum misalnya dalam hal ikut berperan memperkuat sektor pertanian sebagai pendukung perindustrian (misal organisasi agrobisnis).
Sedangkan tujuan yang khusus (dalam hal ini juga organisasi atau perusahaan agrobisnis) yaitu bisa meningkatkan devisa negara, membuka kesempatan kerja serta ikut membangun daerah.
Penentuan tujuan itu sangatlah penting bagi suatu organisasi karena, dapat dipergunakan sebagai sarana membatasi fungsi badan usaha, jadi jelas kedudukannya dalam masyarakat atau dunia usaha. Serta dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk meniali kinerja.
Dari tujuan ini diletakkan garis-garis haluan bagi organisasi atau perusahaan yang berupa strategi, yang kemudian diterjemahkan dalam atau berupa kebijakan-kebijakan dan selanjutnya dituangkan dalam program-program dan takti organisasi secara lebih rinci, oleh karena itu tujuan itu sebenarnya bukanlah suatu strategi. Tujuan adalah dasar bagi diciptakannya strategi atau strategi baru.
Penentuan tujuan selain melihat pada lingkungan dan kekuatan serta kelemahan organisasi/perusahaan perlu juga dikaji mengenai nilai yang dianut oleh organisasi atau perusahaan, serta sejauh mana  organisasi yang bersangkutan nilai yang dianut organisasi mencakup sikap organisasi terhadap apa yang tidak dikehendaki dan apa yang dikehendaki. Agresif atau pasif, inovatif atau initiatif, berani mengambil  resiko atau diam saja/menghindari resiko. Mementingkan kualitas daripada kuantitas atau otokratif vs portisipatif.
John M Brison (2003:211) misi menguraikan tujuan organisasi, sedangkan visi dipakai untuk menggambarkan bagaimana organisasi harus terlihat ketika organisasi harus bekerja. Visi adalah pernyataan permanen untuk mengkomunikasikan sifat eksistensi serta organisasi berdasarkan tujuannya, menurut pendapat Sukanto (2000:11) sebagai ilustrasi untuk mempertegas serta memperjelas tentang visi, disajikan beberapa visi organisasi/ perusahaan:
CHEVRON       : The Symbol of Partnership
VOLVO            : Excellence
NOKIA            : Connection people
PHILIPS          : Lets make things better

STARMILD       : Bikin Hidup Lebih Hidup

MM-UGM         : Quality is our tradition
D.   Kesimpulan
Uraian singkat seperti tersebut diatas menunjukkan bahwa pada dasarnya pernyataan antara misi organisasi dan visi organisasi adalah merupakan arah/gerak dari suatu organisasi.
Dalam pengimplementasian itu perlu didiringi dengan tindakan dan kerjasama dilakukan dengan saling memberikan informasi atau data, keterangan, bertukar pikiran, pendapat, pengalaman, penyampaian saran dan kriitik yang sehat, dalam rangka melaksanakan tugas pokok organisasi agar berlangsung efektif dan efisien.
Organisasi yang sehat (Good Organization) mempunyai struktur organisasi dengan unit-unit kerja yang mampu mewadahi semua tugas pokok organisasi, tanpa tumpang tindih dalam pembidangan dan pembagian kerjanya, organisasi yang sehat merupakan organisasi yang memiliki pengetahuan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang tepat pada setiap pejabat yang sesuai jenjangnya, dengan birokrasi yang rendah, sehingga kerjasama formal dan informal dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.





Daftar Pustaka


Andrian Poyne, 2000, The Essence Of Servise Marketing – Pemasaran Jasa, Andi Offset, Yogjakarta.

Freddy Rangkuti, 1999, Analisa SWOT – Teknik Membedah Kasus Bisnis, Revitalisasi Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21, Gramedia, Jakarta.

Hadari Nawawi, 2000, Manajemen Strategik, Organisasi Non-profit Bidang Pemerintahan (Dengan Ilustrasi Bidang Pendidikan, BPFE UGM, Yogjakarta.

John M. Bryson, 2003, Perencanan Strategis Bagi Organisasi Bisnis, Pustaka Pelajar, Yogjakarta.

Sukanto Reksodiprodjo, 1986, Manajemen Strategi – Edisi 4, BPFE UGM, Yogjakarta.

Windjono, 1987, Manajemen Era Baru, Erlangga, Jakarta.